Belanja di Tanah Suci, Dari Diusir Sampai Dilempar Tasbih
Catatan Umroh 2017
Makkah dan Madinah, tentu berbeda dengan Tanah Abang. Meskipun yang dijual sama saja. Belanja di Tanah Abang (atau lebih keren disebut TA), pembeli itu seperti raja. Bisa menawar sesukanya. Kita sama sama sudah hafal trik belanja di TA. Bila si pedagang tidak mau menurunkan harganya, tinggal saja. Biasanya tidak lama kemudian dia akan memanggil manggil. Mengalah pada kemauan kita.
Di Madinah, orang orang Indonesia mencoba mempraktekkan kebiasaannya belanja di Tanah Abang. Menawar serendah rendahnya dan sealot alotnya. Tapi yang didapat justru berbeda. Mereka mendapatkan pengalaman "tragis" yang cukup unik untuk diceritakan. Karena disini pembeli bukanlah raja. Pedaganglah rajanya. Mereka bebas mengusir siapa saja, terutama tukang tukang nawar.
Sebelumnya saya memang sudah mendengar beberapa teman yang bercerita pengalamannya belanja di Tanah Suci terutama Madinah. Ada yang di sabet sendal oleh pedagangnya. Ada yang diberi isyarat tidak suka. Tak disangka selama perjalanan umroh ini, saya alami sendiri beberapa kejadian unik tapi cukup menjengkelkan ketika berbelanja.
Berikut ini beberapa pengalaman unik saya ketika berbelanja di Madinah, Quba' dan Makkah :
1. Indonesia Bakhil
Ini pengalaman pertama. Setelah sholat asar, saya dan teman teman pergi ke pasar yang ada di dekat hotel Elaf. Kami memilih milih sajadah. Ada yang cukup bagus harganya 20 real. Karena harganya cukup masuk akal, kami tidak menawar. Langsung dibayar cash. Pedagangnya senang, dia mengacungkan dua jempol pada kami. Sambil berkata "oke oke ... bagus bagus".
Belum lama kami beranjak dari toko itu, kami dikejutkan oleh teriakan "Indonesia Bakhil ... Indonesia Bakhil....". Kami bertiga menoleh. Rupanya ada orang Indonesia yang menawar dagangan tapi tidak jadi beli.
"Wah malu juga kalo diteriakin begitu. Untung tadi kita tidak nawar.." kata teman saya.
2. Diusir
Hari berikutnya, masih di Madinah. Sore itu saya berjalan jalan kesudut dekat pemakaman Baqi'. Ada beberapa toko souvenir disitu. Lokasinya ada di bawah hotel hotel besar. Pasti harganya mahal mahal. Diantara toko toko souvenir itu, saya melihat toko kitab. Dari dulu saya selalu tertarik pada toko kitab. Kalo di Indonesia biasanya saya lihat lihat dulu, lalu saya memutuskan mau membeli judul kitab apa. Kali ini di Madinah, saya juga tidak punya rencana mau beli kitab apa. Pengen lihat lihat dulu saja.
Ketika saya masuk, pemilik toko segera meyambut ..."marhaban marhaban". Dia bertanya mau cari apa. Dia menggunakan Bahasa Indonesia. Saya bilang mau lihat lihat dulu...(saya tidak menggunakan bahasa Arab disini. Semua pedagang di Madinah bisa berbahasa Indonesia).
Pak tua pemilik toko itu tampaknya tidak senang. Dia memegang tangan saya kuat kuat sambil memasang badan menghalangi saya. Kemudian dia mulai mendorong saya keluar sambil berkata : "tidak beli .... tidak beli..
Saya berfikir cepat dan berkata : "kitab khat..kitab khat ...(buku kaligrafi)...... adawatul khat (alat tulis)....qashabah qashabah (bambu).....
Tapi dia terus mendorong saya sambil berkata : tidak ada khat...tidak ada khat... kemudian dia melantunkan syair yang tampaknya mencela khat.
Hasem bener... akhirnya saya diusir.
3. Tasbeh dilempar
Meninggalkan toko kitab, ternyata saya melihat kejadian berikutnya. Saya masuk ke toko souvenir. Ada ibu ibu Indonesia memilih tasbeh bagus. Terbuat dari batu dengan semacam bulan bintang diatasnya. Tasbeh itu ditunjukkan kepedagangnya untuk menanyakan harga. Si pedagang menyebut harga 30 atau 80 (saya kurang jelas). Si ibu menawar 10 real.
Si pedagang langsung mengambil tasbeh itu lalu menunjuk ke atas... "yang atas saja murah10 real".
Kata si ibu tadi, "yang ini saja 10 real". Sambil menunjuk nunjuk tasbeh yang ada ditangan si pedagang. Si pedagang tampak tidak senang. Ia lantas melemparkan tasbeh itu kearah ibu ibu tadi. Si ibu terkejut dan menangkap tasbeh itu sebelum mengenai mukanya. Kemudian si pedagang melayani orang lain dan ibu tadi dicuekin.
4. Kembalian dibawa lari tukang minyak
Masjid Quba' adalah salah satu destinasi perjalanan kami. Berbeda dengan Madinah, di Quba' banyak sekali pedagang asongan. mereka menjual minyak wangi (parfum), kurma, delima, rumput Fatimah, dan lain lain.
Saya sempat berbincang dengan seorang pedagang dari Madura yang menawarkan kurma muda bubuk. Menurutnya, pengasong disini kebanyakan orang asing, dan semuanya ilegal. Bila ada polisi, mereka akan lari. Bila tertangkap akan diancam denda dan hukuman penjara.
Saya tidak belanja apa apa sampai masuk ke bis. Diatas bis, ada pedagang minyak wangi masuk. Wajahnya wajah India. Dia menawarkan parfum 25 real dapat 5 kotak. Satu kotak isinya 6 botol. Saya fikir, waah.,.. lumayan buat oleh oleh. Teman teman saya banyak yang beli. Saya beli lima kotak. Saya berikan dia uang 50 real. Karena saya hanya membawa itu. Harusnya saya masih punya kembalian 25 real lagi. Dia membuka buka dompetnya cari cari kembalian. Tiba tiba diluar gaduh, entah ada apa. Si pedagang tiba tiba lari keluar dari bis. Kembalian saya dibawa lari.
Saya mencari tau apa yang terjadi. Katanya ada polisi. Ada razia. Saya masih berharap si pedagang kembali lagi ke bis. Tetapi tak lama kemudian bis berangkat. Yaa sudahlah.
5. Di Telikung Karyawannya Sendiri
Hari terakhir di Makkah. Saya panik mencari oleh oleh. Kalo hari ini ga dapat oleh oleh buat anak, istri dan mertua, bisa bisa besok ga ada kesempatan belanja.
Saya masuk ke sebuah toko. Menawar mukena, sorban dan baju. Penjaganya dua duanya berwajah India atau Pakistan. Sementara bosnya orang Arab, hanya duduk di pojokan. Agak sulit berkomunikasi dengan penjaganya ini. Saya coba bahasa Arab dan Indonesia di tidak bisa.
Saya minta mukena putih dia bawakan bergo batik. Saya bilang yang putih, dia bilang "ini putih". Saya bilang ini batik mas.... Dia bingung. Akhirnya barang barang yang saya butuhkan saya kumpulkan. Harganya 100 real lebih dikit. Kira kira kalo dirupiahkan 400 ribuan. Saya coba tawar harganya setengahnya. Meski ngomongnya agak hati hati.
Diluar dugaan, ternyata dia mengabulkannya. Tapi dia mengajak saya ke pojok. Ditempat yang tidak dilihat oleh bosnya.
Disitu dia menghitung hitung lagi, kemudian dia bilang semua 250 ribu. Minta dibayar dengan uang rupiah. Saya bilang tidak bawa uang rupiah. Dia mempersilahkan saya mengambil uang rupiah dihotel. Diberi waktu 5 menit. Saya masih belum mengerti maksudnya.
Akhirnya saya kembali, dan melunasinya dengan uang rupiah. Tiba tiba dia minta tambahan 10 real. Saya bertanya untuk apa. Dia bilang kerja... kerja... . Saya berikan ia uang 10 real. Dia ambil dan dimasukkan ke dompetnya. Lalu dia menyuruh saya segera keluar.
Saya masih belum mengerti. Saya lihat dia menyerahkan uang rupiah ke bosnya. Si bos menerima tanpa bertanya apa apa. Saya pulang kehotel sambil berfikir ada apa sebenarnya.
Apakah saya ditipu lagi..? Ataukah si karyawan ini telah melakukan praktek korupsi dan kolusi. Dia mengambil keuntungan untuk dirinya sendiri dengan memanfaatkan dagangan bosnya. Dia kabulkan orang yang menawar, kemudian dia minta imbalan. Kebetulan bosnya juga tidak mau tahu barangnya dijual berapa.
Tentu saja semuanya sudah terlanjur. Bila saya sadari lebih awal mungkin saya akan menolak.
Itu beberapa pengalaman belanja di Tanah Suci. Tentunya saya tulis ini tidak untuk menyudutkan siapa siapa, dan bukan untuk menakuti anda. Hanya saja berhati hatilah. Mudah mudahan bermanfaat.
----
Belanja di Tanah Suci, Dari Diusir Sampai Dilempar Tasbih
Reviewed by subhan
on
06.17.00
Rating: 5