Kisah Para Ahli Waro




Waro' adalah salah satu akhlaq mulia dan merupakan salah satu maqamat sufiyah. 
Waro' bisa didefinisikan sebagai sikap selalu berhati hati dalam menggunakan atau memakan sesuatu, meskipun itu halal. Misalnya, para ulama tidak mau makan makanan yang dijual dipasar. Bukan karena haram atau kotor, tetapi karena makanan itu terlanjur dilihat dan diinginkan oleh kaum miskin. 
Sikap waro' seperti ini akan membuat pelakunya terhindar dari syubhat apalagi haram. 

Ada beberapa kisah teladan mengenai sikap waro' ini. Kami tulis beberapa diantaranya, sebagai berikut : 

1.  Kisah Umar bin Khattab dan Segelas Susu

Suatu pagi, segelas susu diantarkan kepada Amirul Mukminin Umar bin Khattab. Beliau saat itu telah menjabat sebagai Khalifah. 

Umar menerima susu tersebut kemudian meminumnya sampai habis. Setelah itu beliau mengucap syukur dan bertanya : Ini susu paling segar yang masuk ke perutku pagi ini. 

Dari manakah susu ini ? 

Pengantarnya berkata, dari unta sedekah yang diperas pagi tadi. 
Umar bertanya : apakah rakyatku sudah mencicipinya ? 

Pengantarnya menjawab : bahkan engkaulah yang pertama meminumnya wahai Amirul mukminin...

Seketika Umar bin Khattab bangkit kemudian memuntahkan susu itu. Kemudian dia berkata : سيد القوم ٱخرهم شربا 
(Seorang pemimpin itu, menjadi yang paling akhir minum)..

Catatan : Umar memuntahkan susu itu bukan karena haram, tetapi karena rakyatnya blm minum. Dalam pandangan Umar, seorang pemimpin harus paling akhir kenyang. Rakyat harus didahulukan. 

2.  Kisah Umar bin Abdul Aziz dan madu

Kisah ini nyaris serupa dengan kisah Umar bin Khattab. Kali ini menimpa Umar bin Abdul Azis.
Suatu hari dia sangat berselera kepada madu. Istrinya tahu itu, diam diam menitipkan uang 1 Dinar kepada kurir pengantar pos untuk membelikan madu ke kota Ba'labak.  

Maka kurir itu berangkat bertugas ke kota Ba'labak, pulangnya ia membeli madu untuk istri Umar bin Abdul Azis.

Kemudian sang istri berkata: wahai Umar, aku tau kamu sedang berselera kepada madu, dan saya punya madu. Apakah kamu mau ? 

Maka madu itu diberikan kepada Umar dan meminumnya. Setelah meminum, Umar berkata : dari mana madu ini. Istrinya menjawab : saya beli. Titip ke tukang pos. 

Umar pun memanggil tukang pos itu, menyuruhnya menjual sisa madu yang masih banyak itu. 

Kata Umar, jual ini...keuntungannya gunakanlah untuk membiayai kendaraan pos. Modalnya berikan padaku. 
Seandainya muntahan madu bisa bermanfaat untuk kaum muslimin, tentu aku akan memuntahkannya.

3.  Kisah istri Bisyr Al Hafi dan Lampu Masjid Roshofah

Bisyr Al Hafi wafat, meninggalkan seorang istri dan beberapa anak. Ia tidak meninggalkan harta benda untuk ahli warisnya. Maka sang istri, menggantikan tugasnya untuk mencari nafkah, menjadi tulang punggung keluarganya.

Janda Bisyr Al Hafi ini membuat keset. Lalu kesetnya dijual. Hasilnya digunakan untuk memberi makan anak anaknya, dan membeli minyak untuk lampu rumahnya.

Suatu saat, dagangannya habis, tetapi uangnya hanya sedikit yang didapat. Iya belikan bahan makanan untuk anaknya. Tetapi ia tidak punya cukup uang untuk membeli minyak. Maka malam itu rumahnya gelap. Ia tidak bisa membuat keset. Padahal paginya dia harus jual keset itu. Memenuhi pesanan yang terlanjur dijanjikan. 

Iapun membuka jendela rumahnya. Ketika jendela dibuka, lampu dari masjid Roshofah menerangi kamarnya. Ia memang tinggal di dekat masjid tersebut. 
Maka malam itu dia membuat keset dengan bantuan penerangan dari masjid Rosofah.
Keesokan harinya, ia jual kesetnya. Laku semua dan ia memiliki uang yang cukup. 

Namun ketika uang itu hendak dibelanjakan, sang ibu ini bimbang. Apakah uangnya halal ? Karena ia menggunakan cahaya masjid tanpa izin. 

Maka ia tidak jadi belanja. Anak anaknya Ia biarkan kelaparan. Ia berangkat menemui imam Ahmad bin Hambal. Iya ceritakan duduk perkaranya.

Mendengar cerita tersebut, sang Imam menangis...
Belum pernah ia bertemu orang yang demikian besar sikap waro'nya. Maka Imam Ahmad berkata : "Jangan gunakan uang itu wahai ibu, karena itu tidak dibenarkan" 

Imam Ahmad berfatwa demikian, bukan berarti uang itu haram. Juga bukan berarti memanfaatkan cahaya masjid itu dilarang.
Imam Ahmad hanya ingin menjaga ketulusan hati dan  sikap waro' dari janda Bisyr Al Hadi ini 
Imam Ahmad menyuruh ibu itu untuk menyedekahkan uangnya, sebagai gantinya ia berikan sejumlah uang pribadinya.

Tidak ada komentar:

Formulir Kontak



Arsip Blog

Find Us On Facebook

Popular Posts

Diberdayakan oleh Blogger.