Catatan 5 Tahun Mengabdi Untuk Zakat : Tidak Semua Orang Bisa Diberi Pancing
Mana yang paling baik dalam menyalurkan zakat? Pemberian bantuan tunai atau pemberian modal usaha?
Ketika pertama dipercaya menangani sebuah lembaga zakat, sudah pasti saya pelajari segala hal terkait pengelolaan zakat. Termasuk dari lembaga lembaga besar. Saya adaptasi bagian bagian yang menurut saya bagus dan dapat dipercaya.
Termasuk unen unen (jargon) yang sering diucapkan oleh masyarakat perzakatan : "berilah pancing jangan diberi ikan". Maksudnya, berikan modal usaha, jangan diberi bantuan tunai (karitas). Saya juga mengambil ini, dan saya terapkan di lembaga zakat yang saya pimpin pada awal awal operasionalnya.
Hingga saya bertemu dengan tukang las yang matanya rusak karena pekerjaannya. Dia datang ke kantor meminta bantuan biaya sekolah untuk puterinya yang terancam dropout. Dia sudah berhenti bekerja karena gangguan mata. Dia mengaku sudah berusaha ke berbagai lembaga zakat di Jakarta tetapi tidak dibantu. Kedatangan mustahik ini membuat saya berfikir ulang. Apakah jargon diatas masih layak untuk dipegangi ?
Kembali kepada cerita saya tadi. Saya lihat bapak bapak ini turun dari angkot sambil meraba raba. Kemudian dia menyerahkan sejumlah berkas. Saya mengajukan beberapa pertanyaan. bapak itu bercerita, bagaimana perjuangannya mencari bantuan kebeberapa lembaga zakat. Dia sebutkan nama nama lembaga yang sudah didatanginya. Tapi dia tidak berhasil meyakinkan lembaga lembaga itu, sehingga bantuan gagal diperoleh. Menurut bapak ini, ada lembaga yang memberinya ongkos 20 rb. Ada juga lembaga yang menolak halus. Uang zakat yang mereka himpun akan diberikan untuk modal usaha. Si bapak disuruh membuat proposal usaha. Padahal yang ia butuhkan uang cepat untuk putrinya yang terancam dropout.
Itu kejadian sudah 4 tahun yang lalu.
Suatu ketika ada lagi seorang mustahik yang datang. Orangnya sudah sangat tua. Seorang nenek nenek yang usianya sudah 80 tahun (data dari KTP). Dia mengaku memiliki putra semata wayang yang hilang ingatan. Nenek ini menjadi tulang punggung keluarga, karena suaminya sudah wafat 17 tahun yang lalu. Ia mencari nafkah untuk dirinya dan anaknya yang 'gila' itu.
Si nenek mengaku sudah mendatangi sebuah lembaga zakat nasional. Ia diberi formulir yang harus ditandatangani oleh seorang ustadz dimana ia berdomisili. Lembaga ini hanya mau membantu orang orang yang rajin mengaji. Dibuktikan dengan tanda tangan ustadz nya itu. Bantuan yang dijanjikan adalah : Sepeda untuk dagang somay !!!
Masya Allah !! apakah kondisi mustahik yang sudah tua renta ini tidak dijadikan pertimbangan untuk mendapatkan bantuan tunai? Kalo memang yang diceritakan nenek itu benar. Yang dia inginkan adalah bantuan rutin tiap bulan untuk menghadapi sisa sisa hidupnya.
Perjalanan 5 tahun ini akhirnya membuat saya berfikir. Mengapa para dhuafa ini masih banyak berkeliaran. Padahal zakat yang dihimpun secara nasional sudah triliunan. Mengapa lembaga lembaga zakat tidak menyentuh orang orang seperti ini.
Mengapa mereka seperti kurang tanggap terhadap kaum lemah ? Apakah karena terlalu fokus pada program produktif yang selama ini menjadi jargon ? Berilah pancing, jangan beri ikan. Kenyataannya ada mustahik yang bisa diberi pancing. Ada juga yang sudah tidak sanggup memancing. Mereka ini harus DIBERI IKAN !!.
Atau bisa jadi, ini adalah imbas dari banyaknya sindikat pengumpul sedekah. Sehingga lembaga zakat sangat berhati hati dalam memberi bantuan. Saya juga sering kedatangan orang orang semacam ini. Misalnya mengaku mu'allaf tapi palsu.
Atau mungkin mereka hanya mau membantu kondisi kondisi yang memiliki nilai dokumentasi dan publikasi. Ada banyak dugaan yang bisa disampaikan. Tentu mereka yang lebih tahu jawabannya.
Program produktif, seperti yang diluncurkan oleh beberapa lembaga zakat memiliki keunggulan antara lain :
Hingga saya bertemu dengan tukang las yang matanya rusak karena pekerjaannya. Dia datang ke kantor meminta bantuan biaya sekolah untuk puterinya yang terancam dropout. Dia sudah berhenti bekerja karena gangguan mata. Dia mengaku sudah berusaha ke berbagai lembaga zakat di Jakarta tetapi tidak dibantu. Kedatangan mustahik ini membuat saya berfikir ulang. Apakah jargon diatas masih layak untuk dipegangi ?
Nenek Nenek Disuruh Dagang Somay ?
Kembali kepada cerita saya tadi. Saya lihat bapak bapak ini turun dari angkot sambil meraba raba. Kemudian dia menyerahkan sejumlah berkas. Saya mengajukan beberapa pertanyaan. bapak itu bercerita, bagaimana perjuangannya mencari bantuan kebeberapa lembaga zakat. Dia sebutkan nama nama lembaga yang sudah didatanginya. Tapi dia tidak berhasil meyakinkan lembaga lembaga itu, sehingga bantuan gagal diperoleh. Menurut bapak ini, ada lembaga yang memberinya ongkos 20 rb. Ada juga lembaga yang menolak halus. Uang zakat yang mereka himpun akan diberikan untuk modal usaha. Si bapak disuruh membuat proposal usaha. Padahal yang ia butuhkan uang cepat untuk putrinya yang terancam dropout.
Itu kejadian sudah 4 tahun yang lalu.
Suatu ketika ada lagi seorang mustahik yang datang. Orangnya sudah sangat tua. Seorang nenek nenek yang usianya sudah 80 tahun (data dari KTP). Dia mengaku memiliki putra semata wayang yang hilang ingatan. Nenek ini menjadi tulang punggung keluarga, karena suaminya sudah wafat 17 tahun yang lalu. Ia mencari nafkah untuk dirinya dan anaknya yang 'gila' itu.
Si nenek mengaku sudah mendatangi sebuah lembaga zakat nasional. Ia diberi formulir yang harus ditandatangani oleh seorang ustadz dimana ia berdomisili. Lembaga ini hanya mau membantu orang orang yang rajin mengaji. Dibuktikan dengan tanda tangan ustadz nya itu. Bantuan yang dijanjikan adalah : Sepeda untuk dagang somay !!!
Masya Allah !! apakah kondisi mustahik yang sudah tua renta ini tidak dijadikan pertimbangan untuk mendapatkan bantuan tunai? Kalo memang yang diceritakan nenek itu benar. Yang dia inginkan adalah bantuan rutin tiap bulan untuk menghadapi sisa sisa hidupnya.
Memberi Ikan Juga Penting
Saya masih memiliki banyak cerita tentang mustahik yang kondisinya menyedihkan. Ada pasangan suami istri tuna netra warga Cinangka Depok. Mereka punya anak satu, tapi idiot (terkena down syndrom). Ada juga pasangan suami istri yang sudah sangat tidak berdaya. Suaminya lumpuh, sementara istrinya menderita semacam tumor besar dihidungnya. Mereka sehari hari duduk dipinggir jalan menjajakan sapu lidi. Mereka tidak meminta dan tidak mengemis.Perjalanan 5 tahun ini akhirnya membuat saya berfikir. Mengapa para dhuafa ini masih banyak berkeliaran. Padahal zakat yang dihimpun secara nasional sudah triliunan. Mengapa lembaga lembaga zakat tidak menyentuh orang orang seperti ini.
- Saya melihat tempat sampah bagus bagus disebuah tempat wisata. Dengan tulisan : "sumbangan dari lembaga zakat anu...". Mubadzir.
- Saya melihat tulisan : "bayar zakat, disini". Atau "Awas, bayar zakat 50 meter lagi". Bentuknya dibuat menyerupai rambu lalulintas.
- Tapi saya tidak pernah melihat tulisan : "fakir miskin ambil bantuan zakat disini" atau "awas, 50 meter ada layanan untuk fakir miskin ". Ga ada. Dan saya kira tidak akan pernah ada.
Mengapa mereka seperti kurang tanggap terhadap kaum lemah ? Apakah karena terlalu fokus pada program produktif yang selama ini menjadi jargon ? Berilah pancing, jangan beri ikan. Kenyataannya ada mustahik yang bisa diberi pancing. Ada juga yang sudah tidak sanggup memancing. Mereka ini harus DIBERI IKAN !!.
Atau bisa jadi, ini adalah imbas dari banyaknya sindikat pengumpul sedekah. Sehingga lembaga zakat sangat berhati hati dalam memberi bantuan. Saya juga sering kedatangan orang orang semacam ini. Misalnya mengaku mu'allaf tapi palsu.
Atau mungkin mereka hanya mau membantu kondisi kondisi yang memiliki nilai dokumentasi dan publikasi. Ada banyak dugaan yang bisa disampaikan. Tentu mereka yang lebih tahu jawabannya.
Program produktif, seperti yang diluncurkan oleh beberapa lembaga zakat memiliki keunggulan antara lain :
- Uang zakat tidak cepat habis
- Penerima manfaat zakat lebih banyak dan lebih luas
- Penerima zakat menjadi lebih bertanggung jawab terhadap harta zakat yang ia terima
- Menciptakan muzakki muzakki baru.
- Mencegah perilaku konsumtif dari para mustahik
Meski demikian, tolong jangan dilupakan mustahik mustahik lemah yang faqir, yang hidupnya hanya bertahan dengan bantuan orang lain. Apalagi mereka yang tidak mau meminta minta.
Mudah mudahan menjadi renungan dan bermanfaat.
Mudah mudahan menjadi renungan dan bermanfaat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar